Suwaida Resah dengan Proyek 'Negara Jabal Druze'
Warga Suwaida mulai menyuarakan keresahan mereka atas sepak terjang milisi pemberontak yang dipimpin Hikmat al-Hajri. Gerakan ini disebut-sebut sedang membangun proyek ambisius bernama “Negara Jabal Druze,” yang dipandang sebagai ancaman bagi keutuhan Suriah.
Banyak warga menilai proyek ini berpotensi menjadikan Suwaida sebagai pusat baru industri narkoba. Kekhawatiran terbesar ialah munculnya jaringan perdagangan captagon, yang sebelumnya menjadi salah satu warisan gelap rezim Bashar al-Assad untuk membiayai operasi militer.
Masyarakat lokal takut, jika hal itu dibiarkan, Suwaida akan dikenal bukan lagi sebagai wilayah bersejarah kaum Druze, melainkan sebagai markas besar narkoba di kawasan. Stigma itu tentu akan merugikan rakyat kecil yang tidak terlibat dalam permainan politik dan kriminalitas.
Seorang warga bahkan terang-terangan mengkritik tokoh bernama Salman Hekma al-Hajri. Ia dituding mengatur jalannya perdagangan hasis sekaligus menyalurkan bantuan kemanusiaan, sehingga membuat warga bingung membedakan antara niat baik dan kepentingan tersembunyi.
Kesetiaan yang ditunjukkan sebagian warga kepada milisi itu disebut bukanlah kesetiaan sejati. Menurut pengakuan warga, loyalitas mereka lebih didorong oleh rasa takut dan kebutuhan ekonomi semata. Hal ini semakin memperkuat anggapan bahwa proyek Jabal Druze berdiri di atas pondasi rapuh.
Meski banyak yang mengetahui praktik ini, sebagian besar warga Suwaida memilih diam. Ketakutan terhadap milisi bersenjata membuat suara-suara kritis sulit muncul ke permukaan. Diam dianggap sebagai jalan aman di tengah situasi yang kian berbahaya.
Narasi yang beredar juga menyebutkan bahwa setelah tanggal tertentu, mereka yang terlibat dalam perdagangan hasis akan diberantas. Ancaman ini justru menambah ketegangan, seakan-akan konflik internal di Suwaida tidak lagi bisa dihindari.
Selain itu, kritik pedas juga ditujukan kepada kelompok borjuis di wilayah tersebut. Mereka dianggap hina karena menikmati keuntungan dari situasi krisis, sementara rakyat biasa terus hidup dalam ketidakpastian.
Warga Suwaida juga diingatkan bahwa siapa pun yang bergabung dengan kelompok milisi yang disebut sebagai “penarik paku” akan menghadapi konsekuensi serius. Peringatan itu membuat garis pemisah semakin tajam antara mereka yang mendukung dan menolak proyek Jabal Druze.
Ironisnya, para pejuang yang selama ini menjaga kehormatan dan bertahan di tengah tekanan justru dilabeli sebagai pengkhianat. Kebalikan ini menunjukkan bagaimana narasi politik dapat membolak-balikkan persepsi masyarakat.
Pihak luar negeri, khususnya diaspora, dianggap salah kaprah dalam memahami kondisi Suwaida. Mereka yang jauh dari medan kejadian sering kali terdorong pada sikap ekstrem, padahal tidak memiliki kemampuan langsung untuk mengubah keadaan.
Isu lain yang menambah keresahan adalah dugaan keterkaitan proyek Jabal Druze dengan agenda neokolonialisme “Israel Raya.” Kabar ini membuat banyak warga takut bahwa kaum Druze akan semakin tidak disukai oleh masyarakat Suriah yang lebih luas.
Label sebagai kaki tangan proyek asing akan menjadi beban berat bagi komunitas Druze di Suriah. Sejarah panjang mereka sebagai bagian dari keberagaman Suriah bisa ternodai oleh pilihan politik yang salah arah.
Apalagi, Suwaida sebelumnya dikenal sebagai wilayah yang relatif aman di tengah gejolak perang Suriah. Kini, citra itu terancam runtuh jika proyek Jabal Druze benar-benar menjadikan wilayah ini sebagai basis pemberontakan dan perdagangan gelap.
Banyak pihak menyerukan agar pemerintah baru Suriah segera mengambil langkah tegas. Tanpa intervensi, kekhawatiran bahwa Suwaida akan menjadi pusat narkoba kawasan bisa menjadi kenyataan yang sulit dikendalikan.
Warga biasa berharap ada solusi yang tidak hanya menyingkirkan milisi, tetapi juga memberikan jaminan keamanan serta peluang ekonomi yang sah. Selama kebutuhan ekonomi warga diabaikan, proyek-proyek seperti Jabal Druze akan mudah mencari simpatisan.
Keresahan masyarakat kini berkembang menjadi rasa tidak percaya terhadap kepemimpinan lokal. Mereka melihat bahwa aktor-aktor yang tampil bukanlah pembawa harapan, melainkan pemelihara ketakutan dan kepentingan sempit.
Jika dibiarkan, Suwaida bukan hanya akan menghadapi stigma negatif, tetapi juga keterasingan dari masyarakat Suriah secara keseluruhan. Hal ini berpotensi memicu konflik identitas yang lebih dalam di masa depan.
Proyek Jabal Druze, dan pemerintahan serta militer paralelnya; Garda Nasional, pada akhirnya bukan sekadar isu lokal, tetapi ancaman bagi keutuhan Suriah. Ia memperlihatkan bagaimana kepentingan milisi, ekonomi gelap, dan politik internasional bisa bersatu menghancurkan tatanan sosial sebuah wilayah.
Kini, semua mata tertuju pada Suwaida. Masyarakat menanti apakah wilayah itu akan bangkit menjaga kehormatan Druze sebagai bagian dari Suriah, atau terjerumus lebih dalam ke dalam proyek kelam yang merugikan generasi mendatang.
Suwaida Resah dengan Proyek 'Negara Jabal Druze'
Reviewed by peace
on
8:30 PM
Rating: