Pihak yang Terlupakan Saat Transisi Politik Suriah


Perang panjang di Suriah akhirnya mencapai puncaknya ketika Southern Operations Room (SOR) berhasil menguasai ibu kota Damaskus pada awal Desember 2024. Koalisi kelompok oposisi bersenjata dari wilayah selatan ini menjadi kekuatan pertama yang memasuki jantung kekuasaan rezim Bashar Al Assad dan mengguncang fondasi terakhir pemerintahan otoriter yang telah berkuasa selama lebih dari lima dekade.

Southern Operations Room, yang sejak lama beroperasi di provinsi Daraa, Suwayda, dan Quneitra, memanfaatkan lemahnya pertahanan ibu kota dan gelombang desersi militer di akhir 2024. Serangan kilat ke Damaskus terjadi saat banyak faksi lain masih berselisih di wilayah utara dan barat, sementara pasukan Assad terdesak di berbagai front.

Pada tanggal 8 Desember 2024, sebelum fajar, pasukan Southern Operations Room masuk ke Damaskus dan langsung merebut fasilitas-fasilitas strategis. Lapangan Al-Umawiyyin, kantor kementerian, dan pusat keamanan dalam negeri berhasil diamankan hanya dalam hitungan jam. Peristiwa ini menjadi catatan sejarah penting dalam konflik Suriah modern.

Keberhasilan Southern Operations Room dalam merebut Damaskus memicu gejolak di kalangan pemerintahan Assad. Perdana Menteri Mohammad Ghazi al-Jalali, yang saat itu menjabat sebagai kepala pemerintahan, segera mengajukan pengunduran diri. Jalali menjadi tokoh terakhir dalam lingkaran kekuasaan Assad yang mundur secara resmi sebelum rezim runtuh total.

Mundurnya Mohammad Ghazi al-Jalali diikuti dengan dibentuknya dewan sipil transisi di Damaskus. Dewan ini kemudian menunjuk perdana menteri baru sebagai simbol awal dari era pemerintahan pasca-Assad. Proses itu dilakukan dalam suasana politik yang masih tegang, di tengah desakan dari berbagai kelompok bersenjata yang bercokol di sekitar ibu kota.

Southern Operations Room tidak hanya bertindak sebagai kekuatan militer, tetapi juga sebagai pemain politik penting dalam transisi tersebut. Mereka ikut mendorong lahirnya Kementerian Pertahanan baru di bawah pemerintahan transisi yang bertugas merestrukturisasi kekuatan keamanan dan militer Suriah pasca-perang.

Salah satu tokoh sentral dalam operasi perebutan Damaskus adalah Ahmad Al-Oudah, komandan Brigade Kedelapan yang tergabung dalam Southern Operations Room. Meskipun Brigade Kedelapan akhirnya dibubarkan pada 13 April 2025, peran Al-Oudah dalam momentum perebutan ibu kota tidak bisa dihapus dari ingatan sejarah konflik Suriah.

Keberhasilan Southern Operations Room merebut Damaskus menjadi faktor penentu dalam meruntuhkan moral pasukan pemerintah dan membuyarkan sisa-sisa loyalis Assad. Bahkan sebelum faksi-faksi utara dan Hay’at Tahrir Al-Sham tiba, Damaskus telah jatuh sepenuhnya di tangan oposisi selatan.

Namun setelah Damaskus dikuasai, Southern Operations Room mengambil langkah bijak dengan mundur secara teratur ke selatan. Mereka menyerahkan pengelolaan ibu kota kepada pasukan oposisi gabungan yang lebih besar, demi mencegah perebutan kekuasaan di internal oposisi yang bisa memicu perang saudara baru.

Langkah mundur Southern Operations Room disebut sebagai strategi yang matang. Dengan meninggalkan ibu kota tanpa bentrok internal, koalisi ini berhasil menjaga stabilitas awal pemerintahan transisi dan menghindari kerusuhan di Damaskus pasca-kejatuhan Assad.

Setelah Brigade Kedelapan dibubarkan, Southern Operations Room tetap aktif di kawasan selatan. Posisi mereka kini lebih berfokus menjaga keamanan Daraa, Suwayda, dan Quneitra, sekaligus menjadi mediator antara pemerintah transisi dengan kelompok-kelompok lokal yang masih bersenjata.

Mereka juga terlibat dalam pengamanan perbatasan Suriah-Yordania serta jalur distribusi bantuan kemanusiaan yang krusial di selatan. Dalam beberapa kesempatan, Southern Operations Room membantu mengawal logistik menuju Damaskus dan mengamankan wilayah rawan sisa-sisa loyalis Assad.

Di kancah politik nasional, Southern Operations Room dipercaya menjadi anggota dewan keamanan negara sementara yang bertugas mengawal proses transisi kekuasaan. Meski tanpa kekuatan militer sebesar dulu, mereka masih memiliki pengaruh politik signifikan di kawasan selatan.

Keberhasilan Southern Operations Room merebut Damaskus dan menggulingkan rezim Assad menjadi peristiwa yang hingga kini dikenang sebagai momentum perubahan paling menentukan dalam sejarah konflik Suriah. Tanpa keberanian dan strategi mereka, kejatuhan Assad mungkin tak akan terjadi secepat itu.

Banyak analis politik menilai, keputusan Southern Operations Room untuk tidak berlama-lama bercokol di ibu kota menunjukkan kedewasaan politik faksi selatan. Mereka memilih memainkan peran strategis di belakang layar ketimbang bertarung demi kursi kekuasaan di Damaskus.

Kini, dengan tuntasnya fase transisi dan terbentuknya pemerintahan sipil baru, Southern Operations Room tetap dikenang sebagai kekuatan pertama yang mengguncang Damaskus dan memaksa Mohammad Ghazi al-Jalali menyerahkan kekuasaan. Sementara Ahmad Al-Oudah, meski tak lagi memimpin Brigade Kedelapan, tetap menjadi simbol perjuangan selatan Suriah.

Peran Southern Operations Room pasca-perang bergeser menjadi penjaga stabilitas kawasan selatan, sekaligus jembatan komunikasi antara Damaskus dan komunitas lokal. Mereka juga aktif dalam forum-forum keamanan nasional yang membahas rekonsiliasi di kawasan perbatasan.

Sejarah telah mencatat bahwa Southern Operations Room menjadi aktor militer pertama yang masuk ke ibu kota, merebut Damaskus, dan mendorong transisi kekuasaan tanpa jatuh ke dalam kekacauan pasca-rezim. Sebuah babak penting yang menutup era kekuasaan Bashar Al Assad dan membuka jalan menuju Suriah yang baru.

Kalau ditelusuri kembali lembaran perang Suriah, nama Southern Operations Room akan selalu disebut dalam barisan penentu sejarah negeri itu. Meski kini lebih banyak berperan sebagai kekuatan penjaga kawasan, jasa mereka di hari-hari akhir rezim Assad tetap dikenang rakyat selatan.

Pihak yang Terlupakan Saat Transisi Politik Suriah Pihak yang Terlupakan Saat Transisi Politik Suriah Reviewed by peace on 3:30 AM Rating: 5

carousel